RI diharapkan jangan jadi 'penonton' di APEC


KTT APEC 2013 di Bali berakhir dengan sejumlah kesepakatan sekaligus pengumuman bahwa Cina akan menjadi tuan rumah KTT APEC tahun depan.

Agenda resmi pertemuan 21 pemimpin negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik ini adalah membentuk konsensus perdagangan bebas. Sebagai forum para pemimpin dunia untuk membicarakan berbagai isu, KTT APEC mencakup negara-negara dengan total penduduk tiga miliar orang dan lebih dari separuh ekonomi dunia mulai dari Brunei hingga Cina, Jepang, dan AS. “Kerja sama yang erat ini akan menghasilkan situasi yang saling menguntungkan, terutama ketika ekonomi dunia masih dalam pemulihan,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato penutupan KTT APEC di Bali, Selasa 8 Oktober. Namun Direktur Institute of Development and Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan meski perdagangan bebas menunjukkan banyak manfaat, Indonesia harus memastikan tidak hanya sekedar menjadi penonton. Memanfaatkan peluang Deklarasi Bali Melipatgandakan upaya untuk mencapai Tujuan Bogor Goals 2020.
Meningkatkan perdagangan antar APEC atau antar regional, termasuk fasilitasi perdagangan, pembangunan kapasitas dan penerapan sistem perdagangan multilateral. Mempercepat konektivitas APEC baik fisik, institusi, maupun antar masyarakat. Komitmen untuk mencapai pertumbuhan global kuat, seimbang, berkelanjutan, dan inklusif . Bekerja sama meningkatkan ketahanan pangan, energi, dan air. Memastikan sinergi dan peran APEC dengan proses regional serta multilateral lain seperti KTT Asia Timur dan G20. Kerja sama erat dengan sektor bisnis melalui ABAC -atau Dewan Penasehat APEC- penting untuk mencapai tujuan perdagangan dan investasi terbuka. “Yang pasti Klik volume perdagangan internasional meningkat tajam setelah ada perdagangan bebas di beberapa kawasan seperti Asia Pasifik,” kata Enny.
“Artinya berbagai macam kesepakatan dan lobi perdagangan maupun ekonomi di kawasan memang membuka kesempatan luas untuk negara-negara yang tergabung di dalamnya baik perdagangan, investasi maupun infrastruktur dan sebagainya. Apakah Indonesia hanya akan menjadi penonton atau mendapat manfaat? Itu tergantung dari kesiapan Indonesia sendiri.” Menurut Enny, jika negara-negara lain mendapat manfaat dari perdagangan bebas maka perdagangan Indonesia justru selalu dalam posisi 'dirugikan'. “Itu terbukti kita beberapa tahun terakhir selalu menderita defisit dari perdagangan bebas kita. Intinya masalah bukan perdagangan bebasnya tapi bagaimana Indonesia mempersiapkan diri sekaligus bisa mendapatkan peluang dari perdagangan bebas ini,” tambahnya. Enny mengibaratkan kesiapan memasuki era perdagangan bebas seperti menghadapi pertandingan olahraga yaitu dengan melakukan kompetensi-kompetensi yang bersaing secara ketat agar menghasilkan jagoan-jagoan kelas dunia.
“Untuk perdagangan kita tahu struktur pasar dalam negeri kita banyak yang terkooptasi dan persaingan usaha tidak sehat seperti terjadinya kartel misalnya. Pemain yang ada di kartel adalah juara-juara amatiran, jadi kalau dibuka berarti sudah pertarungan bebas dan kita berhadapan dengan kompetisi global seperti dengan Cina, AS atau negara-negara lain. Jadi daya saing kita kelihatan,” kata Enny. Produk olahan Menurut Enny, lemahnya daya saing membuat Indonesia mendapat penetrasi dari produk impo dan bukan cuma di komoditas industri tapi juga di komoditas pertanian. Ia juga menyayangkan Indonesia -sebagai negara yang mengimpor bahan baku dalam jumlah besar- tidak mengekspor produk olahan industri tadi. “Malaysia juga impor bahan baku dalam jumlah besar tapi ekspornya jauh lebih besar lagi. Sementara kita impor bahan baku besar tapi ekspor kita hampir tidak ada yang berasal dari komoditas industri. Itu yang harus menjadi catatan pemerintah." Ia menambahkan dalam menghadapi pasar bebas, Indonesia jangan hanya berpikir bahwa peluang terbuka namun juga bagaimana mempersiapkan dan mengambil kesempatan peluang tersebut.
“Jadi kalau ada peluang tapi kita nggak bisa memanfaatkan peluang atau justru menjadi korban, justru tak akan membawa manfaat buat ekonomi kita. Kita justru akan menyuburkan produksi-produksi barang dari luar negeri yang kita konsumsi setiap hari,” kata Enny. Cina akan menjadi tuan rumah APEC tahun depan dan sejumlah pertemuan pendahuluan sebelum KTT.

Apa yang Ada di Dalam "Nugget" Ayam?

Nugget ayam merupakan salah satu jenis makanan cepat saji yang sering menjadi andalan ketika butuh kepraktisan dalam memasak.
Ditambah lagi dengan rasanya yang gurih dan lezat, makanan ini cenderung disukai segala usia. Nugget ayam mungkin terdengar aman dan bergizi karena diklaim sebagai makanan olahan berbahan baku daging ayam. Namun, sebuah studi baru justru menyatakan sebaliknya. Menurut studi para ahli asal University of Mississipi Medical Center, Amerika Serikat, nugget ayam justru lebih banyak mengandung lemak daripada daging ayam itu sendiri. Studi itu diawali oleh keingintahuan para peneliti mengingat begitu banyaknya ayam yang diolah menjadi nugget, yaitu sekitar 50 persennya. Setelah diteliti, mereka menemukan nugget ayam tidak hanya mengandung daging seperti yang selama ini diklaim.

"Daging ayam bukan merupakan komponen utama dari nugget. Sebaliknya komponen yang dominan pada nugget adalah lemak, kulit, tulang, saraf, dan jaringan penghubung ayam," catat para peneliti. Studi sebelumnya yang dimuat dalam Journal of Food Science and Technology menemukan, 30 persen kandungan makanan olahan daging terdiri dari lemak. Bahkan, menurut studi baru, kadar lemak pada makanan olahan daging berpotensi lebih dari itu. Di lain pihak, gerai makanan cepat saji mengklaim, nugget ayam terbuat dari 100 persen daging ayam dan tidak dicampur dengan bahan lainnya.
"Sederhana saja, nugget ayam terbuat dari daging ayam," tulis mereka. Terlepas dari kontroversi tersebut, bagaimanapun makanan olahan daging perlu dibatasi. Sebuah penelitian beberapa waktu lalu menunjukkan, kebiasaan makan daging olahan berkontribusi pada kematian di usia muda. Hal itu terjadi karena daging olahan mengandung garam yang tinggi serta bahan-bahan kimia sebagai pengawet. Kandungan itu pula yang berperan dalam meningkatkan risiko penyakit seperti penyakit jantung, stroke, hipertensi, atau kanker. Oleh karena itu, para ahli menyarankan agar konsumen memilih daging yang alami untuk memperoleh manfaat optimal darinya.
 

Contact This Person

Temukan Kami